|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
 |
Nawawi Khairi, S.Pd.I |
anak-anakku santri.......
Multi Level Marketing (MLM) adalah model pemasaran yang menggunakan mata rantai
down line, dimana pihak produsen dapat mengurangi biaya marketing sehingga
sebagian biaya marketing dipakai untuk bonus bagi orang yang memperoleh
jaringan yang besar. Memang banyak alasan orang yang bergabung dalam bisnis MLM
ini, di antaranya karena iming-iming bonus tetapi ada juga yang memang karena
motivasi ingin memiliki produknya.
Bagaimana menurut hukum Islam tentang bisnis MLM ini?
Multi Level Marketing (MLM) adalah menjual/memasarkan langsung suatu produk
baik berupa barang atau jasa kepada konsumen. Sehingga biaya distribusi barang
sangat minim atau sampai ketitik nol. MLM juga menghilangkan biaya promosi
karena distribusi dan promosi ditangani langsung oleh distributor dengan sistem
berjenjang (pelevelan).
Dalam MLM ada unsur jasa, artinya seorang distributor menjualkan barang yang
bukan miliknya dan ia mendapatkan upah dari prosentasi harga barang dan jika
dapat menjual sesuai target dia mendapat bonus yang ditetapkan perusahaan.
MLM banyak sekali macamnya dan setiap perusahaan memiliki spesifikasi
tersendiri. Sampai sekarang sudah ada sekitar 200 perusahaan yang
mengatasnamakan dirinya menggunakan sistem MLM.
Kami akan memberi jawaban yang bersifat batasan-batasan umum sebagai panduan
bagi umat Islam yang akan terlibat dalam bidang MLM.
Memang pada dasarnya segala bentuk mu’amalah atau transaksi hukumnya boleh
(mubah) sehingga ada argumentasi yang mengharamkannya.
Allah SWT berfirman
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS Al Baqarah: 275)
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى
الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Tolong menolonglah atas kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong atas dosa
dan permusuhan. (QS Al Maidah: 2)
Rasulullah SAW bersabda:
إنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ
Perdagangan itu atas dasar sama-sama ridha. (HR al-Baihaqi dan Ibnu Majah)
المُسْلِمُوْنَ عَلي شُرُوْطِهِمْ
Umat Islam terikat dengan persyaratan mereka. (HR Ahmad, Abu Dawud dan
al-Hakim)
Berdasarkan penjelasan tersebut bisa disimpulkan sebagai berikut:
1.Pada dasarnya sistem MLM adalah muamalah atau buyu' yang prinsip dasarnya
boleh (mubah) selagi tidak ada unsur: - Riba' - Ghoror (penipuan) - Dhoror
(merugikan atau mendhalimi fihak lain) - Jahalah (tidak transparan).
2.Ciri khas sistem MLM terdapat pada jaringannya, sehingga perlu diperhatikan
segala sesuatu menyangkut jaringan tersebut: - Transparansi penentuan biaya
untuk menjadi anggota dan alokasinya dapat dipertanggungjawabkan. Penetapan
biaya pendaftaran anggota yang tinggi tanpa memperoleh kompensasi yang
diperoleh anggota baru sesuai atau yang mendekati biaya tersebut adalah celah
dimana perusahaan MLM mengambil sesuatu tanpa hak dam hukumnya haram.
- Transparansi peningkatan anggota pada setiap jenjang (level) dan kesempatan
untuk berhasil pada setiap orang. Peningkatan posisi bagi setiap orang dalam
profesi memang terdapat disetiap usaha. Sehingga peningkatan level dalam sistem
MLM adalah suatu hal yang dibolehkan selagi dilakukan secara transparan, tidak
menzhalimi fihak yang ada di bawah, setingkat maupun di atas.
- Hak dan kesempatan yang diperoleh sesuai dengan prestasi kerja anggota.
Seorang anggota atau distributor biasanya mendapatkan untung dari penjualan
yang dilakukan dirinya dan dilakukan down line-nya. Perolehan untung dari
penjualan langsung yang dilakukan dirinya adalah sesuatu yang biasa dalam jual beli,
adapun perolehan prosentase keuntungan diperolehnya disebabkan usaha down
line-nya adalah sesuatu yang dibolehkan sesuai perjanjian yang disepakati
bersama dan tidak terjadi kedholiman.
3. MLM adalah sarana untuk menjual produk (barang atau jasa), bukan sarana
untuk mendapatkan uang tanpa ada produk atau produk hanya kamuflase. Sehingga
yang terjadi adalah money game atau arisan berantai yang sama dengan judi dan
hukumnya haram.
4. Produk yang ditawarkan jelas kehalalannya, karena anggota bukan hanya
konsumen barang tersebut tetapi juga memasarkan kepada yang lainnya. Sehingga
dia harus tahu status barang tersebut dan bertanggung-jawab kepada konsumen
lainnya.
Demikan batasan-batasan ini barangkali dapat bermanfaat, khususnya dan bagi
kaum muslimin Indonesia agar dapat menjadi salah satu jalan keluar dari krisis
ekonomi. Wallahua’lam bishshawab.
|
|
Betul.... Pandangan yang i'tidal dan bijaksana..
BalasHapus*like*
BalasHapus